Ada cara baru menghilangkan polutan berbahaya dari bensin dan batu bara dengan murah. Ini temuan ahli


Ada cara baru menghilangkan polutan berbahaya dari bensin dan batu bara dengan murah. Ini temuan ahli

Play all audios:


Anton Alexandrovich Toutov bekerja dan memiliki saham di Fuzionaire, Inc. Ia juga terafiliasi sebagai periset di University of Richmond. Toutov menerima dana dari National Science


Foundation, British Petroleum XC2 initiative, Natural Sciences dan Engineering Research Council of Canada (NSERC), Bristol–Myers Squibb, dan Resnick Sustainability Institute di Caltech.


Jika diminta menyebut emisi paling berbahaya, polutan apa yang akan Anda pilih?


Karbon dioksida dan metana mungkin akan menjadi yang paling banyak disebut. Namun, pertimbangkan kandidat kuat lain: sulfur dioksida. Berbeda dengan polutan berbasis karbon lainnya, sulfur


dioksida tidak dianggap sebagai gas rumah kaca utama dan tidak mendapat banyak perhatian media. Sebaliknya, ia melakukan pekerjaan kotor dengan cara lain.


Sulfur dioksida dihasilkan terutama melalui pembakaran bahan bakar fosil dari pembangkit listrik, industri, mobil, pesawat, dan kapal. Sulfur dioksida kemudian bertemu molekul atmosfer


lainnya di udara dan membentuk partikel yang mengandung sulfur.


Partikel-partikel ini berukuran sangat kecil - kurang dari sepersepuluh lebar rambut manusia - dan berkontribusi terhadap hujan asam, kabut, dan asap.


Menghirup partikel ini menyebabkan komplikasi pernapasan dan memperburuk kondisi kesehatan yang sudah ada, seperti asma. Faktanya, partikulat ini dianggap sebagai polutan udara dengan dampak


kesehatan masyarakat terbesar.


Sebagai seorang ahli kimia organik, saya mengembangkan teknologi untuk memecahkan masalah yang menantang seperti polusi sulfur pada tingkat molekuler.


Tinggal di Los Angeles, saya tidak bisa menghindari polusi partikel yang mengandung sulfur setiap harinya. Hal ini juga menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di banyak kota di


Amerika Utara.


Di bagian lain di dunia, termasuk kota-kota di India dan Cina, polusi udara lebih parah.


Karbon dioksida adalah produk sampingan yang harus ada dalam pembakaran bahan bakar fosil, sementara sulfur dioksida bukan.


Tidak seperti karbon, sulfur sebenarnya kontaminan yang tidak diinginkan dalam bahan bakar.


Dengan demikian, apabila sulfur dihilangkan dari bahan bakar fosil sebelum pembakaran, emisi sulfur akan berkurang dan polusi dapat diatasi.


Untungnya, sebagian besar sulfur sudah dihilangkan dari bahan bakar selama penyulingan melalui proses kimia yang luar biasa yang disebut hidrodesulfurisasi.


Sulfur dihilangkan dari bahan bakar dalam bentuk hidrogen sulfida, yang kemudian dikonversi menjadi sulfur padat, atau asam sulfat.


Meski demikian, ada molekul sulfur yang ‘bandel’ dan lolos proses tersebut dan masuk ke dalam tangki kendaraan kita. Sebagai contoh, diesel sulfur ultra-rendah (ULSD) mengandung sekitar 10


hingga 15 bagian per sejuta (ppm) sulfur.


Proses hidrodesulfurisasi bergantung pada [katalis logam, gas hidrogen bertekanan tinggi, dan suhu yang tinggi] - ini merupakan ilmu dan teknik yang sangat kompleks. Pakar katalis dan


pemurnian, Valentin Parmon, merefleksikan betapa canggihnya proses ini dalam kuliahnya di tahun 2016.


Dalam kuliahnya, ia mencatat bahwa terdapat lebih banyak negara yang memiliki kemampuan teknis untuk menghasilkan senjata nuklir dibandingkan negara yang secara substansial dapat memperbaiki


kualitas bahan bakar.


Karena permintaan minyak global diperkirakan akan tumbuh sampai sekitar tahun 2040, para ilmuwan dan insinyur harus segera menemukan cara untuk mengurangi kuantitas sulfur dalam bahan bakar,


idealnya ke tingkat yang tidak kentara.


Terobosan seperti itu akan menyebabkan orang di seluruh dunia dapat bernapas lebih lega.


Pada 2016, saya mendapatkan gelar Ph.D. dalam kimia organik dari laboratorium Grubbs di Caltech. Selama studi ini, saya dan tim menemukan bahwa kelas molekul yang mengandung unsur kalium


dapat bertindak sebagai katalis dan meningkatkan proses kimia.


Perilaku semacam ini sangat mengejutkan karena katalis industri sering menggunakan logam yang mahal, seperti paladium, atau logam lain yang membutuhkan suhu tinggi untuk bisa aktif.


Sebaliknya, kalium adalah komponen mineral umum dan merupakan elemen paling banyak ketujuh di kerak bumi - 20 juta kali lebih banyak dan murah daripada paladium.


Sejauh ini, kami menemukan bahwa teknologi kalium ini dapat diaplikasikan dalam banyak bidang, terutama dalam bidang kesehatan dan energi.


Saat saya meninggalkan Caltech di tahun 2016, kami memiliki banyak paten dan masih menunggu untuk teknologi ini, dan sekarang kami sedang mengerjakan lebih banyak lagi.


Saya sangat ingin untuk mulai menerapkan penemuan ini demi mengatasi masalah global, sehingga pada tahun yang sama saya bekerja sama dengan pengusaha Nick Slavin dan Nova Spivack, kami


mendirikan Fuzionaire untuk mengkomersialkan teknologi ini.


Pada 2013, terinspirasi oleh teman dan kolega saya di Caltech, Dr. Alexey Fedorov, kami memulai penelitian yang menjanjikan yaitu penggunaan teknologi kalium untuk menghilangkan sulfur dari


bahan bakar.


Empat tahun kemudian, Alexey dan saya, bersama dengan tim internasional dari kolaborator industri dan akademik, menerbitkan sebuah makalah yang menjelaskan temuan kami.


Di laboratorium, kami dapat mengurangi konsentrasi sulfur dalam sampel bahan bakar diesel yang kaya sulfur, dari 10.000 bagian per sejuta menjadi dua bagian per sejuta, melebihi syarat


peraturan sulfur internasional untuk bahan bakar transportasi yang ambisius, dan melakukannya pada suhu dan tekanan rendah.


Tahun lalu, dua artikel dipublikasikan oleh ilmuwan Cina yang berasal dari berbagai institusi di [Jiangsu, Shandong], dan [Beijing] menerapkan metode berbasis kalium kami untuk menghilangkan


sulfur dari batubara mentah di wilayah Xinyu dan Guxian.


Mereka berhasil menghilangkan lebih dari 60% sulfur dari batu bara dalam tabung uji.


Pada tahap ini, metode desulfurisasi kami belum digunakan untuk penyulingan bahan bakar dalam jumlah besar. Jadi, langkah selanjutnya adalah melibatkan penerapan solusi teknik dan


penyesuaian kimia untuk peningkatan volume.


Meskipun ada perbaikan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan teknik desulfurisasi agar cocok untuk pemurnian dalam skala besar, hasil awal ini cukup menggembirakan.


Hampir semua emisi sulfur dioksida di India berasal dari batubara, yang menyebabkan sekitar 33 juta orang tinggal di daerah dengan polusi sulfur dioksida yang cukup besar.


Di Cina, emisi sulfur dioksida, terutama dari pembakaran batu bara, diperkirakan berkontribusi dalam lebih dari 230.000 kematian setiap tahunnya, dengan biaya ekonomi lebih dari $100 miliar.


Dalam 20 tahun ke depan, populasi dunia akan bertambah hingga sekitar 1,7 miliar, sebagian besar di daerah perkotaan di negara berkembang. Kondisi ini diperkirakan akan meningkatkan


permintaan energi sebesar 25% hingga tahun 2040.


Dan, meskipun ada dorongan menuju elektrifikasi dan energi terbarukan, bahan bakar fosil diperkirakan tetap menjadi landasan pertumbuhan ekonomi selama beberapa dekade, sehingga sangat


penting untuk membakarnya sebersih mungkin.


Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari Bahasa Inggris


La version originale de cet article a été publiée en anglais.