Kenali dan hindari: ini 5 jenis pelanggaran akademis yang kamu perlu tahu
- Select a language for the TTS:
- Indonesian Female
- Indonesian Male
- Language selected: (auto detect) - ID

Play all audios:

_Artikel ini merupakan bagian dari seri SELISIK INTEGRITAS AKADEMIS, kolaborasi antara The Conversation Indonesia dengan Majalah Tempo, dan Jaring.id untuk menyingkap praktik pelanggaran
akademis di Indonesia._ ------------------------- > Kejujuran adalah hal penting dalam proses produksi pengetahuan. > Ketika tidak jujur, pengkhianatan terhadap integritas akademis
> terjadi. Hal ini disampaikan Masduki, guru besar Media dan Jurnalisme dari Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta yang juga seorang aktivis pro kebebasan akademis, dalam
wawancara dengan _The Conversation Indonesia_, awal 2024 ini. Integritas akademis adalah nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral yang berkaitan dengan kejujuran, kepercayaan, keadilan,
kehormatan, tanggung jawab, dan keberanian dalam lingkungan akademis. Nilai-nilai ini pada dasarnya berlaku untuk dosen maupun mahasiswa. Ironisnya, belakangan ini pelanggaran akademis di
kalangan dosen justru semakin marak, padahal mereka seharusnya bisa menjadi contoh yang baik bagi mahasiswa. ------------------------- _ READ MORE: PELANGGARAN AKADEMIS DI INDONESIA MASIH
MARAK: MERUSAK EKOSISTEM RISET DAN MENYALAHGUNAKAN UANG RAKYAT _ ------------------------- Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 39 Tahun 2021 tentang
integritas akademik dalam menghasilkan karya ilmiah telah mendefinisikan berbagai bentuk praktik pelanggaran akademis. Tulisan ini akan fokus pada pelanggaran yang dilakukan oleh dosen. 1.
PLAGIARISME Plagiarisme adalah tindakan yang disengaja maupun tidak disengaja dalam usaha menggunakan karya, kata-kata, atau ide orang lain sebagai karya sendiri tanpa kutipan atau izin yang
tepat. Praktik ini pernah terjadi di Universitas Esa Unggul (UEU) Jakarta tahun 2023 kemarin. Seorang dosen senior sekaligus petinggi di kampus tersebut menulis artikel di jurnal
internasional untuk memenuhi syarat menjadi guru besar. Namun, isinya sama persis dengan skripsi mahasiswa S1-nya. Plagiarisme juga bisa dilakukan pada karya sendiri (_self plagiarism_).
Contohnya kasus dugaan _self-plagiarism_ yang dilakukan oleh rektor terpilih Universitas Sumatra Utara (USU) tahun 2020 untuk mendapatkan gelar guru besar. 2. KEPENGARANGAN YANG TIDAK SAH
Salah satu bentuk kepengarangan yang tidak sah adalah _ghostwriting_. Praktik ini melibatkan seseorang yang memberikan kontribusi signifikan terhadap penelitian atau penulisan naskah tetapi
tidak terdaftar sebagai penulis. Dugaan perjokian yang melibatkan para calon guru besar di Universitas Negeri Padang di Sumatra Barat dan Universitas Brawijaya di Jawa Timur adalah contoh
dari praktik ini. Para calon guru besar ini membentuk tim yang terdiri dari mahasiswa dan dosen muda untuk membuatkan sekaligus menerbitkan artikel di jurnal internasional.
------------------------- _ READ MORE: 'CALO PUBLIKASI': BANYAK DOSEN INDONESIA MENCARI JALAN PINTAS SEIRING GENCARNYA TUNTUTAN TERBIT DI JURNAL INTERNASIONAL BEREPUTASI _
------------------------- Bentuk lain dari kepengarangan yang tidak sah selain _ghostwriting_ adalah pembelian artikel ke pihak ketiga yang kemudian diklaim sebagai hasil karyanya. Pihak
ketiga ini biasa dikenal dengan sebutan pabrik artikel (_paper mill_). Pabrik ini memproduksi dan menjual artikel ilmiah kepada akademisi yang memiliki kebutuhan untuk menerbitkan di jurnal.
Dalam beberapa kasus, pabrik tersebut menjual artikel sebelum dipublikasikan. Namun, ada juga pabrik yang menjual jasa penulisan setelah naskah diterima untuk dipublikasikan di jurnal
ilmiah yang sah. Mereka bahkan menawarkan layanan tinjauan sejawat (_peer review_), yaitu proses pemeriksaan atau evaluasi karya ilmiah oleh pakar lain di bidang tersebut untuk memastikan
kualitas dan kredibilitas publikasi akademis yang dijual. Namun, layanan tinjauan sejawat yang ditawarkan pabrik artikel ini hanyalah kedok untuk melegitimasi praktik yang sebenarnya
menyalahi integritas akademis. Akibat praktik jual beli ini, jumlah jurnal ilmiah yang dicabut karena diduga melakukan pelanggaran akademis setiap tahunnya meningkat. Tahun 2023, sebanyak 25
artikel dari dosen atau peneliti Indonesia yang dicabut. Jumlahnya meningkat cukup signifikan dibanding pencabutan 18 artikel tahun sebelumnya. Transaksi jual beli pabrik artikel biasanya
dilakukan di grup-grup media sosial, seperti Facebook atau WhatsApp (WA). 3. FABRIKASI DAN FALSIFIKASI Fabrikasi dan falsifikasi adalah praktik pemalsuan data dan hasil yang diperoleh dalam
penelitian. Pemalsuan melibatkan manipulasi bahan, peralatan, atau proses penelitian. Caranya bisa dengan mengubah atau menghilangkan data. Jenis pelanggaran ini berpeluang menimbulkan efek
domino karena data yang tidak benar dalam artikel ilmiah bisa dikutip oleh peneliti lain, yang akhirnya mengakibatkan kesalahan beruntun. Berbagai lembaga organisasi Muhammadiyah seperti
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Forum Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) di Sumatra Utara pernah melaporkan dugaan fabrikasi data disertasi yang dilakukan oleh
Rektor UMSU pada 2013 silam. Ini lantaran warga Desa Jaring Halus, Langkat, Sumatra Utara yang menjadi lokasi penelitian, membantah bahwa yang bersangkutan pernah melakukan penelitian
tersebut di desa mereka. 4. PENGAJUAN JAMAK Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mendefinisikan pengajuan jamak sebagai upaya seorang dosen ketika mengajukan naskah karya
ilmiah yang sama pada lebih dari satu jurnal ilmiah. Akibatnya dosen tersebut seolah-olah memiliki karya yang dimuat lebih dari satu jurnal ilmiah. Contoh kasus terkini melibatkan beberapa
dosen dari Universitas Sumatera Utara dan Universitas Negeri Medan, Sumatra Utara. Artikel mereka yang berjudul _Biomass pyrolysis briquette molding machine design and analysis_ terbit tahun
2022 di _Journal of Physics: Conference Series_ dan _E3S Web of Conferences_. Hal tersebut mengakibatkan artikel ilmiah mereka harus dicabut. 5. KONFLIK KEPENTINGAN Praktik pelanggaran
akademis yang melibatkan konflik kepentingan diartikan sebagai proses penerbitan karya ilmiah yang bertujuan untuk menguntungkan atau merugikan pihak tertentu. Kasus yang menimpa tujuh orang
dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatra Utara merupakan contoh dari praktik ini. Mereka diduga merekayasa bahkan memalsukan puluhan karya ilmiah demi mendapatkan akreditasi untuk
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial, UIN Sumatra Utara. KOMPLEKSITAS PELANGGARAN AKADEMIS Meski dasar aturannya sudah jelas, penegakan integritas akademis di Indonesia masih
terkendala banyak hal. Penelitian tahun 2022 menunjukkan bagaimana kasus plagiarisme di Indonesia bisa dipolitisasi. Penelitian tersebut mengungkap penggunaan kasus plagiarisme sebagai alat
dalam melemahkan kandidat lain dalam pemilihan rektor di Universitas Negeri Semarang (UNNES), di Semarang, Jawa Tengah, Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan, Sumatra Utara dan
Universitas Halu Oleo, di Kendari, Sulawesi Tenggara. Jadi, relasi kekuasaan berperan dalam pengusutan kasus plagiarisme di sektor pendidikan tinggi Indonesia, khususnya dalam menentukan apa
yang dianggap sebagai pelanggaran akademis dan apa yang tidak. Idhamsyah Eka Putra, dosen Universitas Persada Indonesia dan Anggota Dewan Pengarah Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik
(KIKA)—peneliti utama di riset tahun 2022 tersebut—menekankan pentingnya mentalitas untuk mau mengakui kesalahan agar bisa berbenah. Sayangnya, menurut Idhamsyah, orang Indonesia cenderung
defensif. “Ketika ketahuan plagiarisme, ‘Oh ga, ini bukan plagiarism, ini pasti urusan (serangan) personal.’ Padahal datanya identik begitu, masak bukan plagiarisme?” ujarnya heran.
------------------------- _Jika kamu menemukan praktik-praktik pelanggaran akademis atau memiliki data dan informasi terkait topik ini, jangan ragu untuk mengirimkannya ke
[email protected] dan menjadi bagian dari seri SELISIK INTEGRITAS AKADEMIS_